Virus influenza yang terganas dalam sejarah dunia adalah virus H1N1 yang menyebabkan wabah Spanish Flu. Wabah yang terjadi pada tahun 1918 ini telah mengakibatkan korban 100 juta jiwa, melebihi jumlah korban Perang Dunia I. Virus H1N1 ini, merupakan virus avian influenza yang telah berubah sehingga mampu menginfeksi manusia dan menular dari manusia ke manusia (Lipatov et al, 2004). Karena fenomena ini mirip dengan H5N1, maka tidak tertutup kemungkinan H5N1 juga bisa berubah demikian.
Jika ini terjadi, akibatnya akan jauh lebih parah daripada Spanish Flu. Hal yang sama juga terjadi pada H2N2, yang menyebabkan wabah Asian Flu pada tahun 1957 dan H3N2 yang menjadi dalang Hong Kong Flu pada tahun 1968, merupakah hasil antigenic drift dari jenis virus yang menyerang manusia dan yang menyerang burung.
Perubahan seperti ini sering terjadi di dalam tubuh babi. Karena babi bisa terinfeksi oleh berbagai jenis virus, babi berfungsi sebagai mixing vessel antara virus dari jenis yang berbeda. Hasil percobaan juga membuktikan passage virus flu burung pada babi menghasilkan virus influenza yang mirip dengan virus influenza manusia (Ito et al, 1998). Ini menunjukan babi berperan sebagai media terjadinya antigenic drift. Karena itu, babi memegang peranan penting dalam proses evolusi virus influenza.
Faktor Penentu Patogen
Sedikitnya ada dua faktor yang mempengaruhi tingkat patogen dari virus influenza. Pertama, protein hemagglutinin (HA) yang muncul di permukaan virus, atau yang dikenal juga dengan spike protein. Adanya cleavage site multibasa pada protein HA meningkatkan sifat patogen dari virus influenza (Stenhauer, 1999).
Protein HA ini, selain mempengaruhi patogenesis virus, juga berberan pada proses infeksi virus ke dalam sel. Protein HA secara langsung berinteraksi dengan reseptor yang ada dipermukaan sel, sehingga memungkinkan virus masuk ke dalam sel. Selain itu, HA juga mempengaruhi tingkat penularan, dimana akumulasi mutasi pada HA meningkatkan daya tular virus influenza.
Kedua, yang mempengaruhi tingkat patogenesis virus influenza adalah gen NS (nonstructural protein). Hal ini diduga karena gen NS membuat virus kebal terhadap interferon (IFN) dan tumor necrosis factor alpha (TNF-?), dua factor yang berhubungan dengan sistem imun tubuh yang juga mempunyai efek antivirus (Seo et al, 2002). Hasil penelitian membuktikan virus rekombinan yang memiliki NS yang berasal dari virus patogen, seperti H1N1 yang menyebabkan Spanish Flu, berhasil memblokir ekspresi gen yang diregulasi oleh interferon (Geiss et al, 2002).
Obat dan Vaksin Influenza
Obat merupakan alternatif penanggulangan infeksi influenza, terutama pada manusia. Saat ini ada dua jenis obat antivirus influenza yang tersedia. Pertama, ion channel (M2) blocker, seperti amantadine dan rimantadine. Obat ini memblok aktivitas ion channel dari influenza virus A, tidak influenza virus B. Akibatnya, aliran ion hidrogen akan terblokir sehingga virus tidak bisa melakukan proses perkembangbiakan.
Kedua, neurimidase (NA) inhibitor, seperti zanamivir dan oseltamivir. Karena protein NA berfungsi pada proses pelepasan virus bereplikasi di dalam sel, NA inhibitor ini membuat virus tidak bisa keluar dari sel. Akibatnya, virus akan teragregasi di permukaan sel dan tidak bisa pindah ke sel lain.
Sayang sekali, obat dari ion channel blocker memicu munculnya virus yang resisten. Pada hari ke-5 sampai ke-7 setelah konsumsi obat, 16-35% virus akan menjadi resisten. Bahkan virus ini patogen dan bisa menular kepada orang yang dekat dengan pasien. Munculnya virus yang resisten ini karena terjadinya mutasi pada protein M2.
Berbeda dengan obat ion channel blocker, obat NA inhibitor efektif terhadap virus influenza A dan B. Obat ini hampir tidak memicu munculnya virus yang resisten.
sumber LIPI
Jika ini terjadi, akibatnya akan jauh lebih parah daripada Spanish Flu. Hal yang sama juga terjadi pada H2N2, yang menyebabkan wabah Asian Flu pada tahun 1957 dan H3N2 yang menjadi dalang Hong Kong Flu pada tahun 1968, merupakah hasil antigenic drift dari jenis virus yang menyerang manusia dan yang menyerang burung.
Perubahan seperti ini sering terjadi di dalam tubuh babi. Karena babi bisa terinfeksi oleh berbagai jenis virus, babi berfungsi sebagai mixing vessel antara virus dari jenis yang berbeda. Hasil percobaan juga membuktikan passage virus flu burung pada babi menghasilkan virus influenza yang mirip dengan virus influenza manusia (Ito et al, 1998). Ini menunjukan babi berperan sebagai media terjadinya antigenic drift. Karena itu, babi memegang peranan penting dalam proses evolusi virus influenza.
Faktor Penentu Patogen
Sedikitnya ada dua faktor yang mempengaruhi tingkat patogen dari virus influenza. Pertama, protein hemagglutinin (HA) yang muncul di permukaan virus, atau yang dikenal juga dengan spike protein. Adanya cleavage site multibasa pada protein HA meningkatkan sifat patogen dari virus influenza (Stenhauer, 1999).
Protein HA ini, selain mempengaruhi patogenesis virus, juga berberan pada proses infeksi virus ke dalam sel. Protein HA secara langsung berinteraksi dengan reseptor yang ada dipermukaan sel, sehingga memungkinkan virus masuk ke dalam sel. Selain itu, HA juga mempengaruhi tingkat penularan, dimana akumulasi mutasi pada HA meningkatkan daya tular virus influenza.
Kedua, yang mempengaruhi tingkat patogenesis virus influenza adalah gen NS (nonstructural protein). Hal ini diduga karena gen NS membuat virus kebal terhadap interferon (IFN) dan tumor necrosis factor alpha (TNF-?), dua factor yang berhubungan dengan sistem imun tubuh yang juga mempunyai efek antivirus (Seo et al, 2002). Hasil penelitian membuktikan virus rekombinan yang memiliki NS yang berasal dari virus patogen, seperti H1N1 yang menyebabkan Spanish Flu, berhasil memblokir ekspresi gen yang diregulasi oleh interferon (Geiss et al, 2002).
Obat dan Vaksin Influenza
Obat merupakan alternatif penanggulangan infeksi influenza, terutama pada manusia. Saat ini ada dua jenis obat antivirus influenza yang tersedia. Pertama, ion channel (M2) blocker, seperti amantadine dan rimantadine. Obat ini memblok aktivitas ion channel dari influenza virus A, tidak influenza virus B. Akibatnya, aliran ion hidrogen akan terblokir sehingga virus tidak bisa melakukan proses perkembangbiakan.
Kedua, neurimidase (NA) inhibitor, seperti zanamivir dan oseltamivir. Karena protein NA berfungsi pada proses pelepasan virus bereplikasi di dalam sel, NA inhibitor ini membuat virus tidak bisa keluar dari sel. Akibatnya, virus akan teragregasi di permukaan sel dan tidak bisa pindah ke sel lain.
Sayang sekali, obat dari ion channel blocker memicu munculnya virus yang resisten. Pada hari ke-5 sampai ke-7 setelah konsumsi obat, 16-35% virus akan menjadi resisten. Bahkan virus ini patogen dan bisa menular kepada orang yang dekat dengan pasien. Munculnya virus yang resisten ini karena terjadinya mutasi pada protein M2.
Berbeda dengan obat ion channel blocker, obat NA inhibitor efektif terhadap virus influenza A dan B. Obat ini hampir tidak memicu munculnya virus yang resisten.
sumber LIPI